Saturday 29 September 2012

Balada Seputar KKN - bagian 4

Matahari sudah tenggelam dan berganti malam. Namun hujan yang deras terus saja mengguyur tanah negeri yang gersang itu. Pukul 19.30 WIB, bus berhenti di depan sebuah kantor kelurahan. Semua mahasiswa yang ada di kendaraan itu, dengan dibantu oleh supir dan asistennya, menurunkan seluruh tas, koper, kardus, dan seluruh barang bawaan dengan sigap. Untuk sementara semua rongsokan itu disusun dengan rapi di ruang tamu kantor Wali Nagari.

Yes... It's called KKN..
(behh... udah 3x ngomong gini mulu)

Hujan masih turun di luar sana. Meskipun begitu, para petinggi daerah itu tetap hadir menjumpai kami tak berapa lama kemudian. Dengan penuh wibawa, satu per satu para pemimpin memperkenalkan dirinya. Sedangkan kami, satu per satu memperkenalkan diri dengan alay-nya. Setelah berbasa-basi ‘ngobrol ngalur ngidul’ (entah apa artinya kata-kata itu), dosen pembimbing lapangan pun mengeluarkan kata-kata mutiaranya. Dan semua orang pun berebut memunguti mutiara yang keluar dari mulutnya.. Ah bukan, bukan. Beliau waktu itu berpesan,
“Kalo kalian datang KKN sendiri, jangan sampai kalian pulang berdua.. ngehehehe”, seringai tajam dan memuakkan keluar dari mulutnya.
Entah apa maksudnya, saya hanya ikut tertawa seperti mahasiswa lainnya dan menganggap itu sebagai kata-kata mutiara. Hm.. Semua orang pun pulang ke kediaman masing-masing begitu hujan reda. Dosen pembimbing yang gaul tadi pun sudah tidak kelihatan batang hidungnya.
“Aah.. Maaf, WC (toilet)-nya di mana ya?”, saya sejak tadi mencoba menahan air bah.
“Itu, di sebelah sana”, seseorang menunjuk ke arah belakang kantor.
“Okeh, terima kasih”
Saya berjingkrak ke ruangan yang ditunjuk, cukup gelap karena tidak diberi lampu. Namun alangkah terkejutnya saya begitu menyadari apa yang saya lihat. Sebaiknya tidak diceritakan, karena WC yang dimaksud bisa dibilang sudah menjadi kamar Setan dan kaumnya. Matapun jelalatan melihat ke sekitar, dan tidak jauh dari WC terdapat sebuah pintu. Langsung saja, saya membuka kunci pintu dengan penuh nafsu dan, air bah pun tak tertahankan lagi.

Seorang gadis desa setempat (karena lebih tua dipanggil ‘kakak’, mungkin kalau lebih muda bakal dipanggil ‘adek’, whateverr..) menginstruksikan untuk membawa semua barang-barang anak cewek ke kediaman yang sudah disiapkan. Sedangkan kami para lelaki, disuruh menginap dulu di kantor Wali Nagari. Mungkin karena rumahnya belum dibersihkan, saya pun berpikiran positif tentang itu.

Barang pun selesai di taruh, rumahnya biasa saja, mungkin seperti rumah penduduk lain pada umumnya. Hanya terdiri dari 2 kamar kecil berukuran 2 x 1,5 meter, kecil sekali dan mungkin hanya berfungsi sebagai gudang kain atau kasur. Kemudian selebihnya ruang lepas dan ada dapur di belakang (dindingnya terpisah dari rumah).

Okeh.. Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB, ingat belum sholat Isya kami bertanya dimana bisa ambil wudhu’.
Lalu, kakak itu pun menjawab “Di sungai dek”.
Haa? Di sungaaiii??... Kok di sungaaai?? Perasaan pun makin tidak enak, jangan-jangan di kampung ini tidak ada yang namanya sumur dan WC, omaigaad... Ternyata dugaan saya benar, dengan perasaan campur aduk, akhirnya jadi juga ke sungai ambil wudhu. Dan disaat itulah, ada yang sempat-sempatnya buang hajat di hilir sungai, Whhaaattt?!..... Gila! Kebayang ga? kalo hari-hari yang bakal dialami di sana akan seperti ini. Saya setiap buang hajat, bukak celana, tekaan-menekan, sambil ditonton orang lain. Gila banget!... Tapi, yaah apalah daya saya, mau KKN tapi negerinya kan ga bisa milih-milih..
Tapi, setelah beberapa hari kemudian saya dan teman-teman disana, akhirnya kami menemukan jawaban pertanyaan ‘kenapa orang di sana lebih suka beraktifitas di sungai, dibanding di sumur?’ dan ‘Kenapa orang di sana rata-rata tidak memiliki sumur di rumah mereka?’. Jawabannya simpel,
 “Kalo ada yang lebih praktis, kenapa musti repot, buk/pak”, gitu katanya. 
Jadi, yang ada di pikiran mereka itu adalah dari pada susah-susah ngeluarin duit buat bikin sumur lebih baik memanfaatkan apa yang sudah disediakan oleh alam. Dan memang, ada atau tidak adanya sumur tetap saja warna airnya sama. Karena tanah di sana tidak cocok untuk menyaring air, kurang subur, dan faktor lainnya. Iya, bolehlah kalo memanfaatkan air sungai. Tapi, masa’ sih, di saat sedang wudhu misalnya, atau gosok gigi, lalu tiba-tiba lewat sebatang eek di aliran sungai di depan kita. Coba, apa yang ada dipikiran saat itu?

Kembali ke kantor kelurahan yang sekarang kondisinya telah disulap menjadi tenda darurat oleh anak-anak kreatif itu. Seakan habis terkena musibah, kami tak ubahnya seperti kumpulan orang yang baru saja selamat dari bencana alam, lalu disuruh tinggal di sana untuk sementara waktu. Beberapa mahasiswa telah memasang tali di dinding-dinding kantor, sehingga bisa digunakan sebagai jemuran. Saya pun ikut membuka koper dengan lemas, yahh..semua pakaian yang kemarin malam saya setrika dan lipat dengan rapi, sekarang udah kaya' tumpukan kain yang kena ompol gorilla. Miriss gan.. Menyadari hal itu, saya berjanji pada diri sendiri agar membeli koper yang anti air di kemudian hari.

Beginilah suasana di dalam Kantor Kelurahan,
sebelum disulap menjadi Kamp Pengungsian

Benar-benar sial hari itu, udah pakaian basah semua, mau makan nasi bungkus eeh.. keburu basi nasinya. Terpaksa deh, suka ga suka nasinya habis juga, dan perut pun kenyang walau hati tak tenang (nah, itu ceritaku, apa ceritamu?).. Malam pun makin larut, dan entah mengapa, suhu lingkungan pun turun drastis. Saya mencoba untuk tetap tidur di atas lantai yang dialasi tikar, namun susah. Dengan baju yang sebagian basah dan selimut yang basah semua, saya mencoba untuk memejamkan mata. Sementara itu, mahasiswa yang memang gila begadang (alias insomnia) tetap saja bergurau sambil menghisap rokok. Sayup-sayup, terdengar pembicaraan seputar mahasiswi...  Buseeet! Bukannya istirahat, anak-anak ini malah bergosip masalah pembagian jatah...  Sialan! Mereka pikir ini acara ‘Kontak Jodoh’ apa?..

Kesal juga sih, ikut mendengar pembicaraan mereka walau sebenarnya tidak diinginkan. Tapi mau gimana lagi, saat itu kondisi saya tidak memungkinkan untuk tertidur dengan nyenyak. Udara dingin dan selimut yang basah rasanya cukup mengganggu keyamanan tidur. Dan hal itu juga dirasakan oleh teman yang ikut tidur di sebelah saya. Sesekali saya bangun dan bersandar di dinding. Mencoba membuat tubuh saya mengantuk dengan duduk. Melihat saya begitu, salah seorang dari anak-anak yang begadang itu malah bilang seperti ini,
“Eh, kenapa?.. Kalo ga bisa tidur, mending gabung sini..”, katanya sambil memetik putung di rokoknya.
Eh sialaan!.. Yang bikin susah tidur itu suara kalian, mpret!... Yah begitulaah, entah jam berapa saya tertidur, kemudian terbangun lalu, lalu tertidur, ga jelas ceritanya. Yang jelas besok pagi, saya harus pindah dari kantor ini, saya kapok tidur disini!!

4 comments:

  1. cerius ini pak ....mereka ngomongin jatah pembagian...wah nggak kira-kira mereka ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enelan tuh... Baru hari pertama aja udah gitu buk... :D

      Delete
  2. Walah, benar-benar merinding :'(
    Walaupun lebih dari dua kulah, saya mah ga mau wudhu di tempat multifungsi begitu :"(

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaahh,,,, berarti cewek2 di sini lebih kuat imannya, eh.. mentalnya dong... :D

      Delete